Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/05/cara-membuat-slideshow-dengan-jquery.html#ixzz1wEZWQwkt

Halaman

Kamis, 12 April 2012

Tapak Menuju Roma




Ceracau meriam bertebaran di langit-langit Roma
Beradu sengau bersama loncengan gereja
Kapel-kapel yang semulanya hanyut dalam cuak
Gereja-gereja yang sebelumnya bersimbah kepasrahan
sebebasnya tersulih oleh hingar bingar kemeriahan.
"la grande equila e morto"

Maka inikah makna kemenangan yang tahkik?
Yang direnggut tanpa perlawanan? tanpa peperangan?
Hanya karena mengiratnya satu jiwa?

Duh, alangkah halusnya harga kemenangan tuan-tuan itu
Merelakan harga kematian Mahmed sebagai agunan keselamatan
Padahal, sungguh kematiannya sebagai Sang Penakluk bukanlah kedigjayaan
Karena kematiannya adalah garis-garis pembebasan yang terwariskan

Selembar surat kematian itu bukanlah terminasi dari segala jalan
Bukan kemunca dari segala ikhtiar
dan bukan kulminasi dari sebuah pertempuran
Karena selepas Bosnia ada jalan menuju Moldova,
selepas Moldova ada jalan meniti Albania
dan tak terlupa,
sehabis penaklukan Qustantiniyya
masih ada bisyarah menuju Roma

Percayalah,titian-titian itu tak akan berhenti merambat,
tidak akan tertahan dan terhambat
Ruang-ruang ekspetasi Sang Penakluk terlalu rumit untuk dihirap
Obsesi-obsesinya tak akan mati, bila bukan karena kematian itu sendiri

Maka, ketika satu tapak lagi menuju pembebasan kedua
Nyawa pimpinan terbaik itu melayang menemui Rabb Nya,
Menemui keabadian yang seabadinya.

Namun, itulah keadilan Nya
Ia meransum dua pahala pembebasan
Satu untuk Konstantinopel, dan satu untuk Roma.
Lalu, siapakah yang tertarik untuk menggenapkan bisyarah Rasul Nya?

Minggu, 08 April 2012

My Beloved Mama

"Mbaak, ini tolong dicuciin yaa..."
"Oke deh, nanti mbak cuciin kok. Letak saja pakaiannya di keranjang fi."
"Yo wes mbak, matur nuwun yoo... makasih..."
"Ya, sama-sama. Memang udah tugasnya mbak fi.."

Perempuan ini begitu baik kepadaku. Tapi, tidak hanya kepadaku sebetulnya. Lebih tepatnya kepada seluruh keluargaku. Setiap hari seluruh pekerjaan rumah selalu tuntas dikerjakannya. Mulai dari nyuci, masak, ngepel, nyapu, dan tugas beres-beres lainnya. Semuanya beres. Mantep deh. Si mbak pernah bilang, "Bukan Mbak Ri namanya kalau tidak cekatan.". Hahaha... aku sampai ketawa sendiri melihat aksi nya Si Mbak saat mengacungkan jempol ke arah mukanya. 

Sebenarnya sih, sebelum kedatangan Mbak Ri ke rumah ini, keluarga kami sudah terbiasa melakukan semuanya tanpa bantuan orang luar. Aku misalnya, setiap hari aku memegang kendali sebagai tukang sapu, ngepel, dan gosok baju. Si Fira jadi tukang cuci baju keluarga dan Fina sebagai ketua divisi cuci piringnya. Sementara mama selalu siap menjadi 'Master Chef' yang handal di setiap menu masakannya. Nah, kalau papa biasa aja, jadi driver kalau lagi jalan-jalan atau saat mengantarkan kami sekolah. 

Mama selalu bilang, "Kalian, anak-anak perempuan harus bisa melakukan semua tugas rumah tangga sendiri. Makanya, mama biasakan kalian mulai dari sekarang dengan pembagian tugas. Supaya kalian ngga bingung nanti kalau sudah berumah tangga."

Kalau udah begini, biasanya aku manut-manut aja dan menjawab sekadarnya, "Iya ma... ". 

Mama pasti deh, kalau udah bicara seperti itu selalu buat aku bosan. Ujung-ujungnya pasti ditambahin, "Lihat tuh, temen-temennya mama, mama ingat betul. Waktu pertama kali dia berkeluarga, temen mama itu sampe demam. Kalian tahu ngga karena apa? Karena dia ngga dibiasakan sama orang tuanya. Nah, makanya jangan malas-malas. Kalian mau seperti itu?"

Weeeww... aku paling males  bahas tema keluarga-keluargaan. Aku kan masih lama kali nikahnya. Huffh... lihat tuh, aku sampai hafal kalimat yang diucapin mama tiap hari.

Tapi jujur deh, ngga ada mama yang ngga sayang sama anaknya. Aku sendiri yakin, maksud dan tujuan mama kultum tiap hari dengan tema yang sama pasti untuk kebaikan anak-anaknya. Meski sangat membosankan. Karena sebenarnya mama sendiri sudah mencontohkan hal itu ke kami. Tapi ya... dasar anak-anak dan remaja bandel, rasanya belum purna kalau belum diceramahin.

Mamaku adalah seorang pegawai negeri. Tapi mama tak pernah lupa kewajiban utamanya sebagai ibu rumah tangga. Bahkan tak pernah lupa mengajari kami, ketiga anak perempuannya ini menjadi ibu rumah tangga yang baik. Namun, akhir-akhir ini mama sering sibuk dengan aktivitas sosialnya: pembinaan terhadap ibu-ibu janda. Oleh karena itulah akhirnya, papa berbaik hati mencarikan mama seorang pembantu yang meringankan tugas mama. Aku sih, senang bukan kepalang. Karena dengan begitu aku ngga dijejali beban sebagai 'tukang' ini itu. 

Mama sebenarnya kurang setuju, aku melihat itu dari rautnya ketika papa mengutarakan maksud baiknya. Namun, mama merasa bersalah juga dengan ketidak beradaanya di rumah, membuat semuanya terbengkalai.

Suatu hari, ketika mama sedang tidak ada di rumah, aku merasa tak kerasan jika harus diam tanpa tugas apa pun. Maka aku bergegas meraih sapu dan melanjutkan aksi membersihkan debu-debu yang bertebaran di lantai rumah. 

Tiba-tiba Mbak Ri muncul mengagetkanku.

"Hoalah Fi, Fi... biar Mbak Ri saja yang nyapu rumah. Kamu mendingan sana aja. Siap-siap kuliah, ntar kamu telat lho..."
"Ya ngga apa-apa tho mbak... Nyapu rumah kan ngga lama. Aku sendiri udah terbiasa ngerjainnya sebelum si mbak datang ke rumah ini.", tegasku.
"Iya Ri, biarkan saja Fifi yang menyapu rumah. Dia sudah terbiasa.", suara papa mengagetkanku.
"Tuh kaan, betul apa kataku mbak..", sahutku penuh kemenangan. 

Mbak  Ri berlalu ke belakang sambil diikuti papa yang telah usai menengahi keributan kecil pagi ini. 

"Ri, kamu bisa tolong ambilkan saya gelas sama sendoknya?", pinta papa.
"Bisa pak, baik, sebentar akan saya ambilkan. Bapak mau minum teh atau kopi? Biar saya saja yang langsung membuatkan. Sudah kewajiban saya."
"Aduh Ri, Ri... Sampeyan kok baik sekali tho. Sudah mau repot-repot membantu saya membuatkan minuman. Tolong buatkan saya kopi saja ya. Nanti letakkan di atas meja ini saja. Saya mau mengeluarkan mobil dulu.", kata papa sambil berlalu.

Siangnya aku keluyuran keluar rumah karena ada tugas kuliah yang belum selesai. Untunglah bisa diselesaikan sampai sore. Berarti sekarang aku bisa pulang ke rumah. Tiba di rumah, kulihat dua orang yang kurasa tamu duduk sambil mengobrol santai. Kok papa dan mama ngga ada di luar ya? Kasian dong tamunya lama nungguin. 

Tapi, upppss..!! Aku salah sangka. Aku lupa mengenali baju yang mereka pakai. Tapi. Ah...!! Tidak...!!! Kenapa papa malah dengan santainya berbicara dengan Mbak Ri? Aku tidak habis pikir. Aku tidak salah lihat. Itu benar-benar papa dan Mbak Ri. Ya Allah.... Papa, orang yang selama ini aku sayangi dan benar-benar kubanggakan tengah berdua-duaan dengan pembantunya sendiri. Aku tercenung dari kejauhan, berlari cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Aku mengucap salam sekadarnya tanpa bersalaman, memasang muka seolah tak terjadi apa-apa dan masuk ke dalam kamar.

Di dalam kamar aku terisak di balik selimut dan bantal. Menutup bagian depan mukaku agar tangisnya tak tersuir ke luar kamar. Menghapus air mata berulang-ulang. 


Aku benar-benar membenci papa sekarang. Ini untuk kesekian kalinya papa terang-terangan berbicara dengan Mbak Ri ketika mama tidak di rumah. Bahkan, dua hari yang lalu, saat aku ingin menghilangkan kehausan dengan mengambil segelas air putih, aku tidak sengaja melihat papa menyelipkan beberapa uang tambahan belanja buat Mbak Ri tanpa sepengetahuan mama. 

Huughh.... Dasar perempuan penjilatt!!! Mau kau hisap seluruh uang papa ha???? Padahal aku sudah berusaha berbuat baik di depanmu sebagai orang yang kutuakan. Aku juga sudah menutup rapat kisah itu agar tidak sampai ke telinga mama. Karena aku tahu, tahu sekali jika hal itu diketahui, pasti akan membuat mama terluka. 


Huuuh...!! Aku benar-benar benci perempuan murahan itu sekarang...!! Aku benci papa yang mudah tergoda...!!! Aku benci keduaanya....!!! Mamaaaa..... Batinku bergolak. Berguncang-guncang dan menyakitkan lebih dari saat kita dimusuhi oleh teman atau sahabat terbaik. Aku menangis, terhenti, menangis, terhenti dan begitu seterusnya sampai aku puas. Ntah sudah berapa tetesan yang terjatuh dari ujung kisut kedua bola mata bulatku.

Rasanya aku ingin menceritakan hal ini kepada orang lain tentang kekacauan hatiku. Tidak ada orang yang tahu kejadian ini di rumah. Fira dan Fina pun tidak. Karena kejadiannya terjadi saat jam sekolah mereka. Tapi, kepada siapa? Mama? Aku sungguh tak tega ia terluka. Fira dan Fina? Mereka masih terlalu kecil untuk tahu. Sahabatku? Akkh... tidak, aku tidak ingin orang lain mengetahui keadaan buruk keluargaku.
Ya Allah... perih.... 

Aku pun berasa lelah usai menangis berkepanjangan. Dan kini, saat aku hampir tertidur di senderan dinding, sebuah getaran mengejutkanku. Getaran yang rasanya berasal dari Hp bututku di dalam tas yang bersebelahan denganku. Malas-malasan kuraih hp itu dan membacanya. "Uhhh... dari laki-laki brengsek ini lagi. Dan lagi-lagi laki-laki. Kenapa laki-laki tercipta begitu gombalnya, begitu seenaknya merayu wanita. Pada akhirnya hanya mengecewakan dan membuat wanita tersakiti. Huffh.... Ya Rabbi... kuatkan aku...." 

"Ah yaa, pikiran apa yang barusan menguatkanku? Ya Rabbi? Ya ampuun, bukankah aku sudah berulang kali menguatkan diriku dengan pengharapan kepadanya sambil menyebutnya dengan Ya Allah, Ya Rabbi...

Aku berasa begitu tolol melupakannya. Kenapa aku tidak teringat dari tadi untuk memohon kepada Nya agar menunjukiku jalan keluar yang terbaik. Astaghfirullahal'adziim... Aku benar-benar bodoh. Aku sungguh-sungguh telah melupakan Mu yaa Rabb.... Mungkin ini teguran dari Mu karena aku amat-amat lalai dan alfa.

Baiklah, aku berniat shalat tahajjud malam ini. Aku ingin curhat kepada Nya. Semoga Allah membantu menguatkan aku dan memberi jalan keluar terbaik atas masalah ini. "Bukankah Allah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong?", aku teringat ucapan Mbak Ida guru mengajiku baru-baru ini saat aku memutuskan berjilbab. Tak ada salahnya kucoba.

***

Aku berdiri takut-takut setelah lantunan A-Muzammilnya Syaikh Misharee Rasyid yang sengaja kusetel berdenging di telingaku. Celingukan kanan-kiri melihat keamanan sekelilingku. Nah, aamaan. Saatnya berwudhu.

Usai wudhu, aku shalat tahajjud beserta witirnya. Kemudian berdo'a. Aku tak tahu keindahan apa yang kurasakan saat shalat di malam seperti ini. Suasananya tenang dan membawaku kepada keharuan. Aku takzim menikmati gerak demi gerak rukun shaltku. Takbir dengan kekuatan yang menguasai seluruh badanku, ruku' dan i'tidal dengan tuma'ninahnya. Dan... subhanallah, saat sujud aku merasa tak ingin mengangkat kembali kepalaku. Rasanya aman sekali. Damai. Aduhai, alangkah nikmatnya kondisi ini. Pikiranku seolah menjadi tenang setelah semalaman aku galau tak karuan. 

Ah... seperti inikah rasanya dimabuk cinta oleh Sang Kekasih...??

Usai shalat, kubuka kedua telapak tanganku memulai do'a dengan memohon ampunan. Dilanjutkan dengan bershalawat nabi memohon syafaat beliau di yaumil akhir. Setelahnya, aku berpuas-puas berbagi kesedihanku dengan Rabb-ku. Anehnya, kesedihan itu semakin berkurang seiring terlepasnya uraian kegundahan yang kusampaikan. Pelan tapi pasti, ketenangan semakin menyeruak masuk menggantikan segala keputus-asaan. 

Tiba-tiba saja suara ketukan pintu kamarku membuatku terlonjak dari tidurku. 
"Tok,tok,tok,tookk...!!!! Fida.... Fi... bangun dulu sayang, sudah kesiangan nih.....", mama berusaha memukul-mukul pintu agar aku keluar."
"Iyaa maa... Bentar... Bentar lagi bangunnya, aku masih ngantuk", sahutku sembari bergegas.
"Ya ampuun.... Fida!! Apa kamu nanti mau suamimu kamu biarin sendiri pagi-pagi sementara kamu tidur. Apa anakmu nanti mau kamu biarin aja rewel karena kamu keasyikan tidur pagi? Lihat tuh, temen-temen mama yang ngga diajarin bangun pagi, jadinya..."
"Iya, jadinya kayak sekarang ma... Aku udah hafal kelanjutannya. Aku bangun kok.", sahutku malas-malasan membuka pintu.

Aku keluar dan bertanya kepada mama, "Lho, ma, kok tumben Mbak Ri ngga sibuk pagi-pagi?
"Mbak Ri?", tanya mama bingung.
"Lha iya ma, Mbak Ri yang tiap hari getol-getolnya ngerjain urusan rumah.", balasku meyakinkan.
"Ngawuur kamu itu da, da... Sejak kapan ada pembantu yang kerja di rumah kita? Kamu mau jadi anak malas ya? Mau seperti..."
"Teman mama..... ", potongku sambil tersenyum penuh kemenangan. Berarti, aku cuma mimpi dong... Batinku.
"Kamu ini da, da.... mulai berani ngerjain orang tua yo...", mama cemberut.
"Mama sayaaang, ngga kok. Aku sayang sama mama.... Aku mau deh bantuin apa aja kerjaan mama. Aku ngga mau seperti teman mama...", ucapku manja.

-END-

Bengkulu,  8 April 2012 di Bilik Karya